Latest News

DESA KAYANGAN (Wisata Desa Tempur JEPARA)

DESA KAYANGAN (Wisata Desa Tempur JEPARA)



Iniii nih Sob .... panorama jepara yang gak kalah serunya ama wisata PUNCAK.......pokoknya toppp deh jeparaaa.....

selain jepara punya wisata yang menjadiii andalan yaitu pantaii....ternyataa jepara juga mempunyata juga akan disuguhkn dengani daerah yang disebut dengan Desa wisata tempur loo.....

emmm....pokoknya dijamin manteb lahh.....dsamping kita disuguhkan dengan pmandangan yang indah serta udara yang sejuk khas pegunungan....kita juga dapat menikmati kuliner khas asli dari desa tempur itu sendiri lhoo....yaitu kopi tempur.....mantep tuhhh SOB....
biar gak penasaran ini aku kasih reviewnya .....lgsung ajaaa....Desa tempur merupakan tempat tertinggi di Kabupaten Jepara letaknya dilereng Gunung Muria masuk wilayah kecamatan Keling.
Jarak dari pusat kota sekitar 50 km kearah timur,berhawa sejuk dan merupakan akses ke situs Candi Angin yang disinyalir berkaitan erat dengan sejarah Jepara.
Desa Tempur ini disebut juga dengan danau , karena hijaunya pemandangan alam yang berada di desa ini .Sebab di desa ini dikelilingi gunung di timur, selatan, utara dan barat.Selain sebagai Panorama alam yang indah Desa Tempur sebagian warga adalah petani kopi.
Desa Tempur ini selain bisa ditempuh dari pertigaan Desa Jlegong, Kecamatan Keling ke selatan dengan medan jalan berliku, juga bisa dicapai melalui Desa Sirahan, Kecamatan Cluwak, Pati, yang medan jalannya berliku. Perjalanan menuju desa Tempur ini sangat mengasyikan . Keindahan gunung gunung yang berjajar diantara pandanganhijaunya persawahan , hembusan angin desa yang menyejukkan dengan suara hilir arus aliran sungai disepanjang perjalanan. dibanding dengan desa-desa sekitarnya, Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, secara geografis terlihat paling indah. Beberapa desa lain seperti Desa Damarwulan, Desa Watuaji, termasuk Desa Rahtawu yang masuk wilayah Kabupaten Kudus, tak seelok Desa Tempur.


Warga setempat menyebut desa itu bagaikan danau. Beberapa warga berandai, jika air yang turun dari langit memenuhi kawasan desa, air itu tidak akan bisa ke mana-mana. Sebab, desa tersebut di kelilingi gunung di setiap sudut bagian timur, utara, selatan, dan barat. Rumah-rumah penduduk tertata dengan apik di kanan-kiri jalan yang sudah beraspal.
Desa itu selain bisa ditempuh dari pertigaan Desa Jlegong, Kecamatan Keling ke selatan dengan medan jalan berliku, juga bisa dicapai melalui Desa Sirahan, Kecamatan Cluwak, Pati, yang medan jalannya berliku. Perjalanan menuju desa tersebut sangat mengasyikkan, jika ukurannya adalah keindahan panorama gunung, pepohonan hijau yang tumbuh lebat di antara tebing-tebing, serta kejernihan air yang berkelok di antara hitamnya bebatuan yang mengonggok di dasar sungai. Senyum ramah warga setempat juga mengesankan masih kuatnya ikatan sosial yang terjalin di antara sesama.
Mestinya, desa itu bisa dijangkau dengan mudah dari Desa Rahtawu, yang hanya berjarak empat kilometer. Sayang, hingga saat ini jalan tembus yang digagas bisa dibangun dan memudahkan akses warga kedua desa serta warga di desa-desa sekitar, masih belum tergarap. Akibat belum adanya jalan tembus, para tengkulak dari Kudus dan Pati yang membeli hasil-hasil pertanian warga harus berputar dengan jarak yang lebih jauh. Maka, para tengkulak itu punya alasan untuk menekan harga komoditas dengan dalih habis untuk biaya transportasi.


sejarah candi angin




Legenda Candi angin berkembang di Dukuh Petung, Desa Tempur, Kec. Keling, Kab. Jepara. di sana juga ada seseorang yang mbaurekso (menjaga).

Sejarah peninggalan para raja dan temuan-temuan dari batu.yang dulunya untuk peribadatan, diperkirakan karena terlalu tinggi hingga akhirnya menjadi bubar karena terkena angin, dan hilang sama sekali yang kemudian ditemukannya kembali peninggalan hingga ditemukan kembali candi tersebut. Kepercayaan orang sekitar bahwa candi tersebut untuk peribadatan dan karena letaknya yang tinggi hingga roboh terkena angin, sampai akhirnya dinamakan Candi Angin. Bagi masyarakat candi tersebut tidak memberikan kesan atau keuntungan tertentu karena mayoritas penduduk setempat beragama Islam, hanya saja kadang digunakan orang untuk bertapa atau ritual tertentu. Sebuah organisasi meneliti dan menemukan hal-hal gaib candi tersebut yang diperkirakan sudah berumur ratusan tahun ketika kerajaan Islam muncul. Candi masih tetap utuh ada tempat yang tertinggi dan terendah. Bangunan candi angin tidak punya aturan tertulis. Apabila ada orang luar ke candi tersebut pertama masuk bangunan bawah yang terdiri dari dua bangunan tertutup, yang kemudian baru ke atas. Karena di sana ada 3 tempat, yaitu yang tertinggi, tengah, dan yang paling rendah. Dahulu candi angin angin adalah candi bubar atau hancur, yang kemudian ditemukannya petilasan atau peninggalan berupa benda-benda purbakala, dan di candi yang bubar tersebut orang memohon/minta permohonan, di perkuburan arum wangi, wayang (semar) yang memindah-mindah ke adiyasa (adiyasa itu di desa tempur ini), kamiyasa juga ada di situ, kemudian ada kamiratamu, konclang saleh janoko, sukirman Masyarakat menganggap Candi Angin sebagai barang peninggalan purbakala, misalnya berupa punden berundak yang di dalamnya ada sumur batu di mana pada musim hujan tidak terendam dan pada musim kemarau tidak kering, tetapi orang tidak tahu di mana sumbernya dikuras tiap minggu masih tetap penuh airnya, itu peninggalan zaman Hindu sebelum kedatangan Islam. Masyarakat disekitar mungkin ada kaitannya dengan candi tersebut yakni, di desa ini tidak ada orang yang kaya atau terlalu kaya dan juga tidak ada orang yang miskin atau terlalu miskin bahkan sampai kekurangan karena di desa ini dilindungi oleh pandawa lima yang ada di candi angin yang membuat desa selalu tenteram dan damai ketika ada kerusuhan di mana-mana, masyarakat Desa Tempur tidak emosi atau tepancing dan tenang-tenang saja. Hal ini sesuai dengan sifat pendawa lima dalam cerita wayang yang tidak pernah membuat kisruh dan hidup saling bebrayan (bersama) dan gotong royong. Zaman dulu, candi tersebut sering digunakan untuk musyawarah pemuda karena pada zaman perjuangan dulu belum dibentuk organisasi atau tatanan desa seperti sekarang. Peninggalan tubak, berbentuk lesung seperti lesung yang mempunyai dua lubang, yang berisi air yang tidak pernah surut di musim kemarau dan tidak tenggelam di musim hujan, kadar air relatif sama. Ketika dikuras, air tersebut kembali lagi seperti semula. Masyarakat menganggap petilasan ini sebagai peninggalan masyarakat tubak zaman purbakala. Di sini sering muncul ular kecil yang kemudian menjelma mejadi keris, tetapi tidak bisa diambil.

Bila seseorang wisatawan yang ingin memasuki candi harus ada suatu ritual yang harus di lakukan :


  • Untuk masuk ke dalam candi harus minum air kelapa muda dan untuk masuk kuburan sembojo harus membawa minyak dan juga 3 jenis kembang telon.
  • Untuk masuk ke dalam candi juga ada pantangan yang harus dipatuhi yaitu buang air kecil dan besar tidak boleh di perempatan. Pernah ada kejadian ketika seseorang melanggar pantangan orang tersebut menjadi lumpuh.
  • Apabila kita mengeluh kecapekan biasanya ada hal-hal yang tidak diinginkan.
  • Orang yang memohon sesuatu dan terwujud ia akan kembali lagi kesitu membawa ketupat lepet sebaga tanda terima kasih.

Apabila ada permohonan/semedinya memohon sesuatu, apabila ada hewan yang datang seperti ular besar/harimau, orang tersebut diminta untuk tidak mengganggu/gentar karena hewan-hewan tersebut sebenarnya hanya perwujudan dari penunggu dan hanya menguji orang tersebut karena pernah orang melihat perwujudan itu dan makhluk itu hanya menggangu tidak berefek pada penyakit.

Legenda Lumpang Dewi Nawang Wulan.(di tempur)


Masyarakat Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, melestarikan sumur batu yang dipercaya sebagai peninggalan Nawangwulan, bidadari kahyangan dalam legenda Joko Tarub. Lokasi itu tengah dirintis menjadi kawasan ekowisata.
Situs sumur batu itu berada di Dukuh Duplak yang berada sekitar tiga kilometer di atas Desa Tempur. Bentuknya adalah batu besar mirip gunung yang bagian tengahnya berlubang dan berisi air. Di dalam situs yang di sekitarnya dikelilingi tanaman kopi itu, terdapat pula kolam yang terbuat dari batu bata kuno.
"Kami meyakini itu sebagai lumpang Dewi Nawangwulan," kata tokoh masyarakat Dukuh Duplak, Jatmiko (43), Jumat (27/1/2012).
Desa Tempur merupakan desa ketujuh yang dikunjungi tim Jelajah Derah Aliran Sungai (DAS) Pegunungan Muria. Tim terdiri dari Forum DAS Muria, Balai Pengelolaan DAS Pemali-Jratun, perwakilan masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Kudus, Pati, dan Jepara.

Kawasan Desa Tempur diduga merupakan kawah mati Pegunungan Muria. Pasalnya lokasi yang masuk DAS Gelis itu berada di daerah cekungan yang dikelilingi gunung-gunung rangkaian Pegunungan



Sumber : http://wisatadesatempur.blogdetik.com/
            http://regional.kompas.com/read/2012/01/27/08115962/Desa.Tempur.Lestarikan.Sumur.Batu.Nawangwulan